Anugerah
Dalam Persahabatan
Aku memperhatikan keramaian
dan kemeriahan di pasar malam ini. Banyak rombongan dan pasangan remaja yang
bergembira dan bercanda. Wajar saja, ini ‘kan malam liburan sekolah.Jadi para pelajar terbebas dari tugas sekolah dan pekerjaan
rumah yang menumpuk dan dapat bersenang-senang bersama teman-teman sebayanya. Aku
juga sudah berada di pasar malam ini selama berjam-jam dan telah mencoba
sebagian besar permainan yang ada di pasar
ini.
“Ren, kau mau main apa lagi
?”
“Sudah cukup. Aku capek
sekali !” keluhku.
“Baiklah. Aku akan
membelikan sesuatu untukmu !”.
Dia lalu beranjak pergi
menjauhiku. Aku memandang sosok yang menjauh itu. Sosok cowok yang sangat kukagumi
dan kusayangi. Ialah sahabat pertamaku dan tempatku berbagi berbagai masalah
yang menimpaku. Aku juga selalu berusaha menjadi sahabat terbaiknya dalam
keadaan dan waktu yang bagaimana pun juga.
***
Aku sebenarnya tidak
terlalu memperhatikannya ketika pertemuan pertama kami, dikelas Seni Rupa
dahulu.
“Hai…siapa namamu ?”,tanya
Kevin yang telah duduk di sampingku, mengulurkan tangannya dan tersenyum. Aku menoleh
dari atas buku teori Seniku. Dan terperangah, keheranan. Tumben ada anak yang
mau menegurku dan menyapaku dengan hangat seperti itu. Sebelumnya tak ada
temanku yang mau peduli kepadaku. Sungguh tak terlupakan.
Aku memandang wajah
asingnya,”Senyumnya manis sekali… apakah senyum tulus seperti itu …”
“Hei,siapa namamu?”,ulang Kevin,
membunyarkan lamunanku.
“Oh,maaf …maaf… Namaku Renyta”
ucapku tergagap,menyambut uluran tangannya.
***
Mulai saat itu Kevin
menjadi teman pertamaku. Sejak tingkat satu teman-teman dikelasku memang tidak
pernah mau berteman atau ngobral denganku, karena aku anak seorang supir taksi.
Mereka beranggapan bahwa berteman dengan anak yang kurang mampu akan menurunkan
imej mereka. Tapi, Kevin berbeda, ia banyak
membantuku dan mengajariku merajut benang-benang kepercayaan dan harapan dalam
sebuah persahabatan.
“Oh…kamu tidak suka
Matematika,ya?”.
“Iya, soalnya rumit, banyak
hitungan-hitungannya dan kalau aku ada masalah tidak ada yang bisa membantuku.
Lebih tepatnya tidak ada yang bersedia”,jelasku saat ia melihat nilai ulangan
Matematikaku.
“Sebenarnya, Matematika itu
mudah, lho. Kalau kau tahu rumusnya dan banyak berlatih soal.” Hiburnya kala
itu. ”Sama seperti Seni Rupamu. Kau harus menyukainya terlebih dahulu. Kalau
sudah suka maka segalanya jadi mudah dan menyenangkan.”
“Mana bisa aku menyukai
Matematika ?,”ujarku putus asa.
“Bagaimana kalau kita
belajar bersama dirumah nenekku setelah pulang sekolah ?” Kevin menawarkan
solusi yang langsungku setujui.
“Boleh juga idemu. Lagi
pula rumah nenekmu tidak terlalu jauh dari desaku.”
***
Nilai-nilai ulanganku
membaik setelah bimbingan dari Kevin. Banyak teman yang terkejut,tapi tak
sedikit juga yang menuduhku mencontek Kevin. Tapi Kevin sering membelaku.
“Renyta, tidak mencontek
dariku ! Selama ini kami belajar bersama sepulang sekolah jika kalian ingin
belajar bersama kami. Kami dengan senang hati akan menerima kalian.”
Karena Kevin aku juga
memiliki banyak teman sekarang, tapi tetap saja Kevin adalah sahabat terbaikku.
Aku merasa semakin menyukai dan menyayanginya. Dan aku semakin tak ingin
kehilangannya.
***
“Kenapa kau mengajakku ke sini dan mentraktirku. Apakah
kau ulang tahun?,”tanyaku, keheranan ketika ia mengulurkan es krim bertabur
coklat kepadaku.
“Oh…karena aku sedang
merayakan sesuatu. Kau tahu Ren, aku ‘kan
sangat menyukai Via,”jawabnya dengan mata berbinar-binar. ”Dan kau tahu, aku
menyatakan perasaanku kepadanya siang tadi. Dan dia menerimaku…Ternyata cintaku
tidak bertepuk sebelah tangan. Ini semua tidak terlepas dari segala saranmu
kepadaku…karena itu aku ingin…Ren, kau
mendengarku tidak?” Kevin
memandangku .”Apakah kau baik-baik saja… kau sakit?”, ujar Kevin cemas.
“Oh…ya. Tentu aku baik-baik
saja. Aku hanya sedikit ngantuk”. Kilahku, tergagap menjawab, aku menunduk
menghindari tatapannya. Aku tak menyadari es krim ditanganku telah meleleh
menetesi kakiku. Aku melirik arlojiku.
***
Selama perjalanan Kevin terlihat
sangat bahagia, ia bersenandung kecil. Aku memandangnya diam-diam. Aku belum
pernah melihatnya sebahagia ini.
“Aku turut bahagia untuk
kebahagianmu, Kev” bisik batinku.”Aku sudah cukup senang dapat mengenalmu dan
menjadi sahabatmu. Kau adalah anugerah yang terindah dalam hidupku, sahabatku”
Mobil Kevin berhenti
didepan pagar rumahku dan aku turun.
“Terima kasih untuk
segalanya,Kev ” ujarku dengan nada senang dan segembira yang dapat kulakukan.
“Walau kau sudah milik orang lain kita masih bersahabat, kan ?” tanyaku ragu-ragu. Kevin tertawa dan
memandangku dengan aneh.
“Tentu saja,Ren. Kau dan
aku akan bersahabat untuk selamanya. Nah, selamat malam”
Mobil hitam itu melaju
menembus kegelapan malam. Kulambaikan tanganku kearahnya.
“Mimpi indah semoga selalu
menyertaimu, Kev”
***
heemm... sedang menguji kemampuan..hehe,,...
BalasHapus