Translate

Jumat, 30 Agustus 2013

Kekasihmu Mantanku


Bel panjang SMK Pengasih sudah lama berhenti berdering. Lingkungan sekolah juga sudah nyaris sepi, hanya beberapa anak yang masih berjalan terburu-buru melintasi koridor-koridor menuju kantin. Mereka pastinya siswa-siswa jurusan Teknik Komputer yang akan mengadakan praktik kejurusan.
Freya berjalan menuju bangku ditengah taman sekolah. Bangku itu ada tepat dibawah pohon flamboyan. Ia duduk dan memandang langit cerah diatasnya.
Ia lalu memejamkan mata menikmati hembusan angin sepoi yang menebarkan aroma aneka bunga. Dan segera membuka kelopak matanya ketika seseorang menepuk bahunya.
“ Hai, Freya. Sedang memikirkan apa?” tanya Saski, teman sebangkunya. Ia lalu duduk di sebelah Freya dan menatapnya dengan serius.
“Tidak ada. Hanya menenangkan diri,” jawab Freya sambil membuka tasnya untuk mengeluarkan kotak makan siangnya.” Mau kue ?”
“Hehehe... Siapa yang tidak mau kue enak gratis?”, Saski mengambil sepotong kue dari kotak yang disodorkan Freya. “Menenangkan diri, kah? Sementara, kau menawarkan ‘obat penenangmu’ kepadaku.” Saski memakan potongan kue itu dengan lahap.
“Jadi, apa yang ingin kau tunjukkan padaku?” tanya Saski, tiba-tiba. Saski memandang Freya, penasaran.
“Ini... Bacalah...” jawab Freya, mengulurkan poselnya.
Saski membaca pesan-pesan diponsel itu itu dengan wajah keheranan.
“Pesan mengerikan apa ini?” tanya Saski, ia memandang Freya dengan tatapan tajam. “ Dia memutuskanmu... ? Karena, dia sudah dijodohkan oleh ibunya?”
Saski terlihat berusaha keras menyembunyikan tawanya. Freya memandang Saski dengan jengkel.
“Kalau mau tertawa... Tertawa saja.” ujar Freya ketus.
“Kenapa dia tidak menjelaskan langsung?,“ tanya Saski, mengabaikan Freya.
“Dia diluar kota. Aku kan sudah pernah memberitahumu?” jawab Freya, mengambil kembali ponselnya dan memasukkannya kedalam saku seragamnya.
Freya baru saja memasukkan bekal kosongnya kedalam tasnya ketika Wita berjalan dengan riang menghampiri mereka. Senyumnya tampak jelas terkembang.
“Ada apa? Kenapa senyum-senyum begitu?” tanya Saski, keheranan tetapi ikut tersenyum-senyum juga.  
“Aaahhhhh, kalian tahu tidak ?” senyum Wita semakin terkembang di bibirnya. Ia lalu duduk diantara kedua sahabatnya.
Tahu apa?,” tanya Freya, penasaran.
Aku sedang bahagia!!,” ucap Wita dengan mata berbinar-binar.
Freya bertukar pandang dengan Saski, kedua alisnya terangkat. Saski hanya mengangkat kedua bahunya, tanda tidak tahu.
Eh, apa rencana kalian malam minggu besok?,” tanya Wita bergantian memandang kedua sahabatnya.
Mmm,… aku …. Malam minggu besok ada acara dengan Ali” jawab Saski malu-malu. “ Pulang sekolah tadi dia baru saja mengajakku “
Yaah, sayang sekali. Padahal aku ingin mengenalkan seseorang,” Wita terdengar sedikit kecewa, ia lalu memandang Freya. Nah, kalau kamu, Frey?”
“Dirumah saja, tidak ada kegiatan hehehe,” jawab Freya sambil meringis menampakkan giginya yang rapi. “Memangnya ada apa, sih?”
“Aku punya ini.” Wita membuka tasnya dan menunjukkan empat lembar karcis kepada mereka. ”Cowokku mendapat tiket gratis untuk pembukaan Central Dream Park, dia memberiku beberapa. Aku ingin mengajak kalian datang ke pembukaan itu.”
“Yaa, Wit. Bagaimana dong? Aku sudah terlanjur janji dengan Ali,” ujar Saski, “Tapi, kenapa tiketnya banyak sekali?”
“Hehehe, ini kan masih promosi. Jadi, Central Dream Park memang sedang membagi-bagikan banyak tiket gratis,” jawab Wita, nyengir.
“Berarti kalau kamu berduaan dengan pacarmu. Aku nganggur, dong? Jadi obat nyamuk,” tukas Freya, “ Masa aku mau ngikutin kalian? Kayak bodyguard.”
“Aku juga mau ikut. Sebuah suara mengejutkan mereka bertiga.
Ya ampun, Dio!” Freya menoleh, kaget, “Sejak kapan berdiri disitu?”
Dio ternyata sudah berdiri menyandarkan bahunya di pohon flamboyan itu sejak tadi.
“Aku juga mau ikut ke Central Dream Park” Dio mengabaikan Freya, menatap Wita, dengan tatapan memohon. “Boleh kan?”
“Woi, kenapa kau harus ikut juga?” tanya Freya, kesal.
Sudahlah, biarkan saja dia ikut” ujar Saski, tersenyum lalu mengedip kepada Freya, “Sekalian untuk menemanimu.”
“Ah… baiklah. Tidak masalah... Hehe… ” jawab Wita, tersenyum. “Tapi, karena ini tiket paket gratis maka kita harus masuk bersama-sama. Tidak masalah kan?”
“Oke, kita ketemu di halte bus dekat sekolah saja. Sampai ketemu besok.” Dio tersenyum dan beranjak pergi sebelum melambai pada mereka bertiga.
Suasana diliputi kegelisahan dan kejengkelan ketika Freya dan Wita duduk menunggu yang lain di halte bus. Sudah hampir setengah jam mereka menunggu, dan Freya sudah membaca bab kedua novel “Harry Potter And The Socerer’s Stone”nya. Tapi, belum terlihat satu orangpun yang menampakkan batang hidungnya. Baik Dio maupun kekasih Wita, yang masih ia rahasiakan namanya.
Freya mendongak memandang Wita yang masih sibuk dengan handphone di tangannya. Ia kembali meneruskan bacaannya, dan terlonjak kaget ketika novelnya dengan tiba-tiba terangkat keatas.
“Hei!!” Seru Freya terkejut.
“Wajahmu jelek sekali,” kata Dio sambil menahan tawa, ia memandang novel yang ia angkat keatas lalu ditatapnya Freya kalau sedang membaca, ekspresimu seperti ini...
Dio membuka novel itu, mengerutkan kening dan menyipitkan matanya memandang novel terbuka di kedua telapak tangannya. Ia lalu tertawa.
Itu berlebihan,” tukas Freya, kesal. “Apanya yang lucu?”
Freya menatap Wita jengkel yang ikut tertawa bersama Dio.
 “Hai, sudah kumpul semua, ya?” seru Saski yang sudah datang bersama Ali.
“Hah..!? Saski, Ali…” pekik Wita, memandang Saski dan Ali, yang berjalan dengan riang kearah mereka.
“Kami juga akan ke Central Dream Park. Hehe…” kata Saski, setelah duduk di sebelah Freya.
 “Kita masih menunggu siapa sih?” tanya Ali, memandang Dio.
“Ah, itu dia” Wita melambaikan tangan dan tersenyum kepada seorang lelaki yang berjalan kearah mereka. Semua mata segera tertuju kepada lelaki yang dilambai Wita.
“Sam ?!” seru Saski dan Freya kaget. Ketika lelaki itu tiba disebelah Wita, yang memandang kedua sahabatnya keheranan.
“Kalian sudah saling kenal?” tanya Wita.
“Eh… mm … ” Saski, salah tingkah.
“Kami dulu satu smp. Kebetulan sekali ya?” jawab Freya, tenang.
“Yup… sebaiknya reuninya kita tunda dulu.” seru Dio, ia menunjuk sebuah bus yang berjalan mendekat kearah mereka. “ Bus kita sudah datang. Tidak ada yang perlu ditunggu lagi, kan?”
“Yup... Ayo..” Freya segera melompat berdiri dari bangku halte. Kemudian, tanpa peringatan pandangannya menjadi gelap, tubuhnya limbung kehilangan keseimbangan. Dio dengan sigap menangkap Freya sebelum terjatuh. Freya berpegangan pada lengan Dio dan salah satu tangannya menekan kepala. Rasa pusing karena bangkit tiba-tiba terasa berdenyut. Ia terdiam sesaat menunggu denyut itu hilang.
Freya membuka kelopak matanya sedikit, samar-samar matanya bertembung langsung dengan mata Dio yang membulat cemas.
 “Frey, .... “ panggil Saski, cemas.
Freya memejamkan matanya lagi beberapa saat mengumpulkan titik-titik cahaya menerobos korneanya. Sekarang ia bisa melihat, Saski sudah berdiri disamping Dio, matanya memancarkan kekhawatiran.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Dio.
“Ah, aku tidak apa-apa.” ujar Freya, tersenyum kepada keduanya. Ia melepaskan pegangannya di lengan Dio. “Hanya darah rendah. Ingatkan aku untuk banyak-banyak makan daging saat makan siang nanti.
Freya berjalan mengikuti Wita dan Sam yang sudah berdiri di depan pintu bus. Dio segera berlari menyusulnya. Saski menoleh memandang Ali, yang tersenyum menenangkannya.
“ Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Dia bukan gadis lemah, kan?” kata Ali, menenangkan Saski. Ia lalu menarik Saski menaiki bus itu.
@@@
 “Kau tidak apa-apa, Frey?tanya Saski, khawatir. Setelah mereka duduk di bangku sebuah kedai. Freya berpaling menatapnya dan tersenyum.
“Hehe... Aku baik-baik saja kok.” jawab Freya ceria,” Ya ampun. Itu kan sudah biasa, Saski. Kamu kan tahu aku darah rendah. Kalo terlalu lama.....”
“Bukan itu maksudku “ potong Saski, gusar.
Freya menatapnya keheranan,” Lalu, kenapa?”
Saski memalingkan muka, Memandang Sam dan Wita yang berjalan menjauh menghilang di keramaian. Freya mengikuti arah tatapan Saski.
Freya membulatkan mulutny membentuk huruf “o”. Ia membuka halaman-halaman Harry Potter And The Socerer’s Stone”nya.
“ Saski, itu sudah menjadi masa lalu” ujarnya.
“Tapi, aku kaget sekali. Ternyata, Sam dijodohkan dengan sahabat kita,” desis Saski, geram. “dia bahkan tidak memandang kita”
“Saski,....” panggil Freya, pelan. Saski memalingkan wajahnya, menatap Freya yang merenung matanya. Freya meletakkan novelnya terbuka di atas meja.
‘Hidup tak selalu sesuai keinginanmu. Selalu ada masalah, namun masalah membawa pengalaman, dan pengalaman membawa kebijaksanaan. Ketika tuhan memberimu masalah, dia tahu bahwa kamu pasti bisa melaluinya. Mungkin akan ada luka, tapi itu semua buatmu dewasa. Jika kamu ingin hidup bahagia, mulailah meninggalkan segala sesuatu yang membuatmu tak bahagia.’ Begitu kata Pak Mario Teguh, kalau aku tidak salah ingat, hehe... “ ujar Freya, mengutip salah satu nasihat dari seorang motivator di televisi.
Freya tersenyum dari atas bukunya. Saski mendengus pelan.
“Ya...ya... baiklah....” Ia bangkit berdiri. Melambaikan tangannya kepada Ali yang mengangkat dua kemasan makanan cepat saji.
“Kami akan makan ditempat lain. Dan kau juga harus membuka hatimu untuk Dio, ya..” kata Saski sambil mengedipkan sebelah matanya dan berlari menghampiri kekasihnya.
 Freya menatap Saski dengan malas. Ia lalu menghela nafas dan menatap ke sekitar. Aku sendirian, Dio lama banget sih,” sungutnya.
Ma’af...antrinya panjang dan lama,” kata Dio, ia meletakkan nampan berisi dua gelas soft drink dan dua bungkus hamberger.
Freya menatap Dio yang duduk di depannya.
“Kenapa?” tanya Dio. Ia mengulurkan sebungkus hamberger kepada Freya.
Nothing. Thanks,” jawab Freya dengan tersenyum menerima hambergernya. Dan mulai melahap roti itu dengan lahap.
“Lho.. Mana Saski dan Ali?” tanya Dio, menatap Freya dengan alis terangkat.
I dunno...” Geleng Freya dengan mulut penuh.
Are you alright?” tanya Dio, memandang Freya, khawatir.
Freya memalingkan wajahnya memandang Dio dengan alis terangkat.
“Ehm.. Yah, aku punya tekanan darah rendah. Hanya itu...”
“Bukan itu...” sanggah Dio, “ Apakah kau ingin pulang? Aku akan mengantarmu, kalau kau ingin pulang”
“Eh.. Kenapa pulang??” tanya Freya, keheranannya bertambah. Ia lalu bangkit berdiri dengan wajah kesal. Kalau kau tidak suka bersamaku. Ya sudah... Aku akan pergi.”
Freya menyambar novelnya yang tergeletak diatas meja. Tapi, Dio lebih cepat, ia menjauhkan novel itu dari jangkauan tangan Freya.
Ya,sudahlah. Aku masuk sendiri saja.” Freya beranjak pergi. Ia sudah malas berdebat dengan Dio. Jangan lupa. Novelku dikembalikan utuh.
Freya baru berjalan beberapa langkah dari kedai makan dan melempar sisa burgernya kedalam tong sampah terdekat dengan wajah masam. Beberapa saat kemudian, Dio berlari menjejerinya.
“Apa kau bawa tiketnya?” tanya Dio dari samping Freya.
Freya merogoh kantong depan tasnya. Ia baru menyadarinya, tiketnya kan masih dibawa Wita... Ya, ampun....
“Tenang saja. Wita tadi menitipkan tiketnya kepadaku”, Dio tersenyum penuh kemenangan, menepuk-nepuk kantong t-shirt nya.
“Mana punyaku?” tanya Freya ketus, ia mengulurkan tangannya di depan Dio. Senyuman Dio makin lebar melihatnya.
“Karena, aku yang memiliki tiketnya. Jadi, aku yang akan menentukan permainannya...” kata Dio. Ia menarik tangan Freya yang terulur, “yang pertama... Kita kerumah hantu...”
“Hei.....” teriak Freya, terkejut. “ Hei... Hei... Kenapa ke sana?”
Freya setengah terseret mengikuti langkah-langkah Dio.
Dio berhenti dan menghadap Freya.
“Kenapa? Kau takut hantu ya..?” tanya Dio. Senyum jahilnya mengembang semakin lebar. Freya memalingkan wajahnya.
“Aku hanya tidak ingin mengingat masa lalu”, jawab Freya, lirih.
“Memangnya kenapa?” tanya Dio penasaran.
“Dulu aku pernah masuk kesana ... Bersama ... Em... Mantanku” jawab Freya, salah tingkah,” aku hanya tidak ingin mengingatnya lagi,”
Dio menghela nafas panjang. Ia memalingkan wajah Freya dan menatap kedua matanya.
“Frey, jangan pernah menyesali masa lalu. Karena, hari-hari yang baik memberikan kebahagiaan, hari-hari yang kurang baik memberi pengalaman, kedua-duanya memberi arti bagi kehidupan ini. Kadang kala kita sering gagal dalam melakukan segala sesuatu, ingatlah.... No one is perfect, jadi janganlah menyerah dan putus asa karena kegagalan yang kita alami ibarat sedang menumbuhkan akar-akar yang kuat agar suatu hari dapat tumbuh setinggi-tingginya.” kata Dio, tersenyum sok bijak.
Freya tersenyum, mendengar Dio bicara sok bijak begitu.
“Mmm... Kau kelihatan lebih manis kalau tersenyum, hehe..” usik Dio.
Ia lalu menarik Freya menuju ujung sebuah antrian panjang pengunjung.
“ Pertama, kita naik roller coaster...”
“Yah, baiklah.” Freya mengangguk lemah. “ Apapun... Selain hantu”

Rabu, 21 Agustus 2013

Bulan Perak

bulan perak....
bersinar pucat...
menyinari gelapnya malam....
walau dengan asa setipis benang..
serapuh benang laba-laba....
aku masih berharap...

dunia baru...
tanpa dendam,...
tanpa keserakahan dan tanpa pertumpahan darah

dan pastinya..
denganmu ada disisiku..
aku mengharapkan...

dunia damai...
dimana padi menguning dengan subur
petani membajak sawah dengan gembira
mawar mekar dengan indah...